Konflik itu Magnet

Menulis Prosa Pertemuan ke-2

Tolabul'ilmi pada kesempatan ini bersama orang hebat dan sukses: Doddi Ahmad Fauzi (Kepala Sekolah Teladan Kewajaran Bersikap) 

Menurut beliau bahwa sebuah prosa yang enak dibaca dan memancing minat orang untuk terus membacanya, terdapat pada KONFLIK.

Lebih lanjut beliau memaparkan:
Mungkin ada pendapat lain dari penulis lain, dari pakar sastra lain, bahwa prosa bahkan tidak punya RUH.

Beda pendapat adalah berkah, dan saya tidak perlu berdebat. Tapi sepanjang pengamatan saya terhadap karya prosa, juga sepanjang saya menulis prosa dan bisa dimuat di koran serta majalah di bawah tahun 2005, bahwa prosa yang menarik dan menggeliat itu, bila punya KONFLIK yang tajam dan membuat pembaca ikut hanyut ke dalam konflik.

Jenis-jenis konflik yang sering ditulis oleh para penulis prosa

1. Konflik Asmara, ini memang jadi bahan yang menarik untuk ditulis, sebab semua manusia terlibat dengan asmara. William Shakespeare yang naskahnya hingga kini masih dibaca dan kadang difilmkan, kadang dipertontonkan dalam pertunjukan teater, adalah penulis prosa yang piwai dalam menggarap konflik asmara, seperti terdapat dalam karyanya yang amat terkenal, yaitu *Hamlet*, dan naskah *Romeo and Juliet*.

Kenapa karya Shakespeare yang bicara soal asmara menarik untuk manusia dari berbagai bangsa untuk membacanya?
Sebab Shakespeare menuliskan esesnsi asmara dari sisi yang paling manusiawi, tidak mengada-ada, dan terasa sepertinya itu kita alami. 

Dalam Romeo dan Juliet misalnya, dua orang saling suka, saling tertarik, namun dua orang ini, berasal dari keluarga besar yang justru bermusuhan. Bagaimana getar-getar cinta ingin diwujudkan, dalam kondisi yang tidak mendukung, sebab latar belakang keluarga yang bermusuhan.

Nah, di situlah cerdasnya Shakespeare, membangun asmara menjadi unsur yang menegangkan. Dekan menganjurkan, para pembelajar seaching di youtube, atau entah dari mana, bisa menonton film Romeo dan Juliet, kalau bisa berkali-kali nontonnya, dan perhatikan bagaimana Shakespeare membangun KONFLIK dengan latar asmara.

Jenis-jenis konflik menurut Dekan Fakultas Sastra Maya

1. Konflik Asmara
2. Konflik politik (rebutan kekuasaan)

 Novel Bumi Manusia yang ditulis Pramoedya Ananta Toer, adalah novel yang multi-konflik juga, sama seperti naskah yang ditulis oleh Shakespreare dalam lakon Hamlet atau Romeo dan Juliet. Di sana terdapat konflik politik (rebutan kekuasaan), sekaligus konflik asmara.

Dalam novel Pram, bagaimana rebutan asmara antara tokoh utama si Minke, melawan kawan-kawan sekolahnya , yang umumnya Indo-Eropa. Teman-temannya itu, jatuh hati kepada gadis Indo-Eropa bernama Annelies Mellema. Lalu si Minke sebagai pribumi totok, diledek oleh kawan-lawan sekolahnya, kira-kira seperti ini bunyi ledekannya: "Jika kamu orang hebat, coba kamu taklukkan itu Annelies Melemma, adiknnya si Rob Mellema."

Minke tidak membalas ledekan itu. Tapi ia mau ikut hadir ke rumah Rob bersama teman-temannya. Di rumah itu, memang benar ada gadis Indo cantik bernama Annelies yang merupakan adiknya Rob. Minke sebagai pribumi sangat minder, walau terpesona oleh Annelies. Jangankan Minke, teman-teman sekolahnya yang juga Indo-Eropa, tidak berhasil memikat hari Annelies.

Nah, saya selaku pembaca dan merupakan pribumi, tahu persis bahwa Indonesia dijajah oleh Belanda, tentu saja belum apa-apa sudah berpihak kepada si Minke, dan berharap Annelies Melema yang blasteran Sunda - Belanda, akan terpesona oleh si Minke, anak pribumi yang cerdas sehingga oleh orang tuanya disekolahkan di ELS, yang rata-rata muridnya dihuni oleh para blasteran. Si Minke menjadi satu-satunya pribumi yang bersekolah di sana.

Pikiran saya waktu membaca pertama kali Bumi Manusia pada 1995, membayangkan si Minke ini adalah sosok Bung Karno. Namun dari beragam informasi didapat kabar, si Minke adalah penjelamaan Adi Negoro, dari Sumatra Barat, yang memang di sekolahkan di sekolah untuk Eropa.

Di Sumbar kala itu, ada beberapa tokoh pendiri bangsa ini, yang mengenyam pendidikan ala Eropa, yang memang didirikan oleh Belanda, antara lain H. Agus Salim, Rohana Kudus (ini perempuan), Bung Hatta, Syahrier, Natsir, Chairil Anwar, Tan Malaka, HR Rasuna Said (ini perempuan), termasuk Adi Negoro. Nah, nama terakhir kemudian menjadi jurnalis, dan salah satu penghargaan untuk Pers, mengabadikan nama Adi Negoro, dengan memberikan Anugrah Adi Negoro.

Pesan moral yang ingin saya sampaikan, jika para pembelajar ingin tahu lebih mendalam tentang bagaimana konflik dibangun oleh para penulis, maka salah satu metode dan caranya itu adalah dengan membaca karya-karya para maestro penulisan prosa. Pramoedya Ananta Toer hingga saat ini, ditahbiskan sebagai penulis prosa amat piawai dalam membangun deskripsi untuk apapun. Dimulai dari deskripsi tokoh, deskripsi konflik, deskripsi jalan cerita, dll.

Jika Anda benar-benar ingin menjadi penulis prosa, maka membaca salah satu karya Pramoedya Ananta Toer adalah kewajiban yang harus ditunaikan. 

Dari penulis terkini, karya yang harus dibaca adalah novel gubahan Andrea Hirata, misalnya Laskar Pelangi atau Edensor. Saya baru membaca 4 judul novel Andrea Hirata, dan belum menyimak yang lainnya. Andrea dari Bangka ya. Untuk novel Triler, ada baiknya juga membaca novel ES Ito (Sumatra Barat, yaitu Rahasia Mede. Novel Ahmad Fuadi (Sumbar) juga bagus. Banyak novel yang bagus untuk dibaca. Saya membaca novel Pulang karya Tere Liye, namun tak pernah tamat.

Saya membaca Ziarah karya Iwan Simatupang, sampai tiga kali, dan masih akan membacanya dua atau tiga kali lagi. Jika ada orang yang menilai, Dekan Fakultas Sastra Maya tampak nyeleneh atau eksentrik, sejujurnya itu terpengaruh oleh Tokoh Kita dalam novel Ziarah, Kering, Merahnya Merah, yang ditulis Iwan Simatupang.

Unsur KONFLIK dalam prosa, dibahas berpanjang-panjang dan seperti ke sana ke mari, dikait-kaitkan dengan berbagai hal, itu saya lakukan karena KONFLIK merupakan nyawa dari sebuah prosa. Anda boleh merasa cantik/ganteng dan pinter, kaya dan raya, namun tetap saja akan dikuburkan bila sudah tak punya NYAWA.

Jenis-jenis konflik menurut Dekan Fakultas Sastra Maya

1. Konflik Asmara
2. Konflik Politik (rebutan kekuasaan)
3. Konflik Batin (Hidup adalah perkara bersikap kemudian memilih, lalu memutuskan).

 Konflik Politik itu bukan hanya perkara rebutan kekuasaan formal seperti kedudukan Presiden, namun dua kelompok yang berseteru untuk menunjukkan mana yang terbaik, itu merupakan konflik politik juga.

Dalam novel Laskar Pelangi yang ditulis Andrea Hirata, bagaimana sekolah Muhammadiyah yang hampir bangkrut karena kekurangan murid, dan akhirnya menerima anak difabel demi melengkapi kekurangan murid itu supaya sekolah tak dibubarkan, mengandung unsur konflik politik juga. Sekolah swasta yang hampir bangkrut itu, akhirnya bisa mengalahkan prestasi sekolah yang diselenggarakan oleh Perusahaan Tambang Timah yang pernah begitu berjaya di kawasan Belitung. Dalam Lomba Cerdas Cermat, serta dalam Lomba Pertunjukan seni, sekolah Muhammadiyah tempat si tokoh utama bersekolah, akhirnya berhasil mengalahkan prestasi sekolah yang tak terjangkau oleh masyarakat Belitung  yang rata-rata miskin. Si Miskin melawan Si Kaya. Itulah konflik politik yang dihadirkan dalam lakon Laskar Pelangi.

Nah, pada seri novel Padang Bulan, Andrea Hirata menghadirkan konflik batin sekaligus konflik asmara, karena si tokoh utama, yaitu si Ikal, karena rambutnya galing-gantar, jatuh hati kepada gadis Tionghoa. Beda agama beda warna kulit, namun ada bentangan asmara di antara kedunya. Namun Ikal berhasil menyelamatkan gadis Mei yang akan dijual untuk dijadikan pembantu rumah tangga atau pengisi rumah bordir. Bagaimana perjuangan Ikal menyelamatkan Mei yang sudah berlabuh dengan Kapal untuk dijual ke negeri Jiran, sungguh menyodok perhatian saya selaku pembaca. Demi cinta, ternyata manusia bisa melakukan perbuatan paling luhur, sekalipun beda agama dan warna kulit.

Tapi dalam Padang Bulan itu, sejalupun Ikal sudah berhasil menyelamatkan Mei, dan Mei juga mencintai Ikal, ternyata si Ikal berhadapan dengan pilihan, antara karier atau asmara. Jika berumah tangga dengan Mei, artinya pendidikannya harus terhenti. Namun jika memilih pendidikan, artinya ia akan mengembara ke Jakarta untuk menempuh kuliah di Universitas Indonesia, dan berarti akan meninggalkan Mei. Ini adalah konflik batin yang bisa dialami siapapun, dengan latar yang berbeda tentunya. 

Tiap orang, pernah dan akan terus berhadapan dengan konflik batin, karena harus memilih di antara dua perkara yang berat, yang ibarat buah simalakama, yang apabila dimakan itu buah, maka Ibu akan mati, namun bila tidak dimakan, ayahlah yang akan mati.

Wahai para pembelajar yang budiman, tak terasa sudah melampaui pukul 21 WIB, mestinya malam ini dipaparkan tentang elemen-elemen yang wajib hadir dalam prosa, namun ternyata bahasan mengenai unsur utama dalam prosa, yaitu KONFLIK, yang merupakan ruh atau nyawa prosa, tidak cukup waktu untuk memaparkannya dalam sekali pertemuan.

Rencana semula, paparan mengenai prosa ini akan dilangsungkan 9 pertemuan, yang digelar tiap akhir pekan, malam ketika berinsut selepas isya, bisa jadi bertambah lebih dari 9 pertemuan.

Saya selaku Dekan, tidak mempermasalahkan hal itu, karena kelas ini bersifat nirartha alias tak berbiaya, bersifat arbitrase yang artinya tak ada paksaan untuk ikut atau tidak. Saya bukan saja tidak merasa terpaksa, malah menyelenggarakan kelas ini dengan suatu pikiran, bahwa berbagai wawasan atau trik, adalah kewajiban saya selaku manusia Indonesia, yang ikut mengamini dan mengimani bahwa salah satu tujuan didirikannya negara ini, seperti termaktub dalam preambule UUD 1945 alinea keempat, adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Mencerdaskan kehidupan bangsa adalah tugas yang dibebankan kepada pemerintah, namun pemerintah saja tidak cukup, maka seluruh elemen bangsa harus ambil bagian. Saya selaku Dekan, bagaimana pun Dekan itu adalah pemerintah. Kepala Dinas, Ketua Jurusan, adalah Pemerintah juga. Maka saya tidak akan menunjuk pemerintah itu adalah orang di Kementerian Dikbud atau di Dinas Dikbud, namun akan menunjuk pada diri sendiri, bahwa saya adalah Dekan yang wajib menyelenggarakan pendidikan untuk turut mencerdaskan kehidupan bangsa.

Sesi Tanya Jawab 

Nur Ainin, Samarinda, kelompok VI A
Kak, saya mau tanya dong. Bagaimana cara bisa menggambarkan suatu konflik yg bisa membuat pembaca merasa ikut nyemplung atau masuk ke dalamnya?

Menjawab pertanyaan tersebut termasuk sulit,,,

Konflik akan hadir melekat ke dalam tokoh. Nah, perkara unsur TOKOH dalam prosa, memang belum dibahas.

Namun saya ingin menyampaikan pengalaman saya dalam menulis cerpen berjudul Panggung Dawala (saya sedang mencari dokumennya, nanti bila sudah ketemu, cerpen ini akan di-share ke grup). Cerpen tersebut pernah dimuat di koran Pikiran Rakyat dan Majalah sastra Horison, saya menggambarkan konflik antara tokoh Dewala, yang merupakan orang kelas bawah namun punya pandangan bijak, bertentangan dengan para tokoh elite dalam Pandawa Lima.


Saya Solihah Nurhayati, Tasikmalaya. (Kelas A, kel.1)

Dalam menulis prosa apakah konplik itu direncanakan penulis sejak awal, atau dikembangkan sambil berjalan  pelaksanaan menulis ?.
terimakasih.

Mamah Nur yang budiwati,,, sedari awal konflik itu sudah harus ketahuan dan direncanakan. Kenapa, sebab itulah nyawa/ruh dari prsoa.

Ketika kita mau menulis prosa, misalnya karena menjawab tantangan lomba menulis cerpen, dengan tema A, maka dari awal sudah harus bisa MEMBAYANGKAN KONFLIK APA YANG AKAN DIUSUNG.

Bahwa di tengah jalan konflik itu berkembang, itu lain soal, namun tetap harus dibangun benang merah konflik. Banyak novel atau cerpen yang mengdepankan konflik, namun ending/akhir dari cerita tidak diselesaikan, dibiarkan menggantung. Teknik seperti itu banyak ditulis oleh Putu Wijaya, seorang prosais yang amat produktif, yang telah menulis 3.000 lebih cerpen, ratusan novel dan naskah drama.

Bila saya perhatikan nada dan arah pertanyaan, banyak yang bernada dan memiliki arah yang sama. Jadi, bila ada yang merasa tidak dijawab pertanyaannya, bukan berarti tidak dijawab, namun itu senada dengan pertanyaan yang lain.

Bahkan untuk paparan materi, akan saya rapikan lagi menyangkut datanya. Apa yang tadi saya paparkan, sifatnya spontanitas, benar-benar mengandalkan ingatan. Sehingga sangat mungkin terdapat kesalahan. Karena itu, materi yang saya paparkan disimpan oleh admin, untuk nanti dirapikan dan dicarikan lagi datanya yang benar. Kemudian akan kami paparkan kembali secara terstruktur, dengan koreksian bertingkat, termasuk typo harus bersih.

Sebagai misal, ada japrian mengoreksi, bahwa tokoh Minke dalam novel Pram, itu bukan Adi Negoro, tapi Tirto Adi Surdjo, yang merupakan Pemimpin Redaksi dari Koran Medan Prijaji.

Perlu diketahui, meskipun namanya Medan Prijaji, namun ternyata bukan terbit di Kota Medan, melainkan terbit di Cianjur, yang merupakan Ibukota Keresidenan Priangan sebelum dipindahkan ke Bandung oleh Bapak Residen Priangan.

Kata Medan di nama koran itu, merujuk pada kata medan/lapangan/arena/tegal atau setra.

Adi mana yang benar? saya jadi harus riset lagi, antara Adi Negoro dan Tirto Adi Surdjo... tapi yang jelas bukan Adi Bingslamet atau Adi Nugroho Massardi.

KENAPA SESEORANG DISEBUT CERDAS ATAU PINTAR?

Sebelum menjawabi pertanyaan-pertanyaan yang masuk lewat admin, izinkan saya menjawab pertanyaan yang saya ajukan sendiri.

Sebetulnya tidak ada yang benar-benar bodoh. Semua orang pada dasarnya adalah pintar. Namun orang pintar ini dibagi-bagi lagi.
1. Ada orang pintar, namun ia kadang pelupa. Ia pernah belajar tentang A di waktu SD, belajar tentang B di waktu SMA, belajar tentang C waktu kuliah. Tapi tentang A, B, dan C itu lupa lagi. Jadi weh kalau sekarang membahas tetang A atau B dan C, ia sudah lupa, akhirnya ia tidak bisa disebut pintar/cerdas bila bicara tentang A, B, dan C.

Karena itu, jangan bangga bila menjadi pelupa. Asahlah terus daya ingat kita dengan mengulang kembali hal-hal yang pernah kita ketahui.

Nah, kenapa saya mau membuka kelas ini? Karena saya mau merampungkan novel Dangiang Dewi, yaitu kisah hidup Ibu Dewi Sartika, pahlawan pendidikan asal Jawa Barat yang terlupakan, termasuk oleh orang Jawa Barat, beliau terlupakan.

Ada Rohana Kudus, jurnalis perempuan pertama di Indonesia. Beilau ada di Sumatra Barat, dan merupakan guru dari Sutan Syahrir, Hatta, dan sekian tokoh besar dari Sumbar, sempat berguru kepada Ibu Rohana Kudus. Namun, orang Sumatra Barat sendiri banyak yang melupakannya.

Saya sekarang membuka kelas ini, sambil mengasah kembali daya ingat.

Sulit menjadi orang pintar atau cerdas, bila kita menjadi pelupa. Supaya ingatan kuat, maka apa yang sudah kita ketahui, segera ulangi dan ajarkan kepada yang lain.

Itu resep dari Dekan Fakultas Sastra Maya, Universitas Fesbukiyah dan Institut Google Berdikari.
“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang dalam sejarah.” Pramodya

*"If you wait for inspirations to write, you are not a writer. You're a waiter"* 

Sampai berjumpa di pertemuan selanjutnya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tumamprak

PEMBELAJARAN DARING YANG EFEKTIF DAN MENYENANGKAN

Nu Nyiar Ubar