Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2022

Rembulan di Padang Es

Padang es di hati Inong telah berubah wujud. Benar-benar berubah! Mulai ditumbuhi rerumputan dan kuncup bunga. Ia menikmati yang sedang bertumbuh di hatinya. Dirawatlah taman itu dengan segenap jiwa raganya. Dengan telaten Inong  menjaga semua yang dimilikinya kini. Puisi-puisi yang tiada henti mengalir. Sapa sayang selalu berulang. Semua candu nan sungguh memabukkan. Sampai suatu saat Inong disadarkan bahwa semuanya tak benar. Rasa itu, padang bunga nan semerbak berhakkah ia miliki? Tetapi, Inong tak hendak berpaling dari keindahan semua itu, pesonanya sungguh  membutakan. Berisik nurani kian  gemuruh. Gaungnya perlahan mengusik kelopak-kelopak melati, kemuning, anyelir, mawar. Lalu perlahan semuanya luruh dan tersemai di sepanjang perjalanan yang dilalui. Inong kembali pada kenyataan, "Benarkah ia hanya penikmat dan bukan pemilik?" Kesadaran itu menohok relung-relung kalbunya. Inong bergeming. Enggan beranjak tak hendak bergerak. Gempuran keinginan hati dan kewarasan pikira

Rembulan di Riak Danau

Pertemuan Inong dengan teman masa kecilnya beberapa waktu berselang meninggalkan jejak tak terhapus di hippocampusnya. Ia mencoba mengubrak-abrik area itu. Sampai tak ada ruang yang terlewati. Ia sibak helai demi helai lembaran masa lalu. Tetap tak ia temui satu gores pun kenangan, catatan atau apalah yang tertoreh tentangnya. Ia menyerah! Inong tenggelam dalam kesibukan.Tak hendak memberi ruang pada pikirannya tuk terus mengingat pertemuan tak disengaja itu. Ketika semesta kembali mempertemukan mereka, Inong kelabakan menautkan banyak fakta. Mencoba mempertahankan pikirannya pada posisi netral. Bersiap menarik tuas  kemudi dan melaju, tapi hatinya enggan beranjak. Sungguh membuatnya tak mengerti. Beribu tanya berseliweran di ruang-ruang otaknya. Mengapa semesta begitu kejam?  Angin lirih menelusup relung kalbunya. Sepoinya perlahan menerpa. Rasa damai mengalir bersama semerbak mawar. Perisai yang coba dipasangnya perlahan koyak. Semilir menyisir igir hati, padang es itu mulai menghija

Rembulan di Pucuk Cemara

Inong mengusap wajahnya pada salam terakhir. Sekaligus menghapus air mata yang berebut ke luar. Menderas. Lalu luruh di pangkuan membasahi mukena yang dikenakan. Penyerahan dirinya secara utuh pada sang Pencipta perlahan menahan air sebening kristal itu tidak sampai menganak sungai. Perjuangan menjaga hati dan pikiran tetap on the track sungguh menguji daya lentingnya. Jiwa raga berjibaku mengawal kewarasan agar tak terbang bersama prasangka. Pikirannya berujar, " Inong, semua baik-baik saja. Tak ada yang terjadi dengannya. Sungguh ia masih menyayangimu! Tetapi, hati kecilnya berbisik lirih jika ia masih menyayangiku mengapa tega membiarkanku menunggu sepanjang waktu? " Pergulatan hati dan pikiran itu berlangsung sebanyak helaan napas. Keduanya tak ada yang mau mengalah. Itu sangat menguras energi, hampir membuatnya gila. Suara seseorang mengumandangkan tahrim menerobos tidurnya yang gelisah. Inong perlahan membuka kelopak mata. Mengumpulkan segenap kesadaran. Menggenapkan