Rembulan di Ranting Cemara

Sepi. Itu yang Inong rasakan belakangan ini. Perasaannya hampa. Hatinya kosong. Mata menatap ke satu arah dengan tatapan yang sulit dijelaskan maknanya. Bengong. Dari mata itu kadang mengalir butiran bening. Lalu menderas. Menganak sungai. 

Kondisi yang dialami Inong adalah buah dari kesepakatan hati dan pikirannya. Meski tak siap, Inong harus menjalaninya. Berpura-pura tegar. Menahan diri untuk tidak mengungkapkan kegelisahannya. Kecemburuannya. Mencoba tampil dengan senyum selalu tersungging di bibirnya. Kadang kesepakatan itu ia sesali. Jiwanya tak sekuat pikirannya. Ketika pikiran memutuskan, hatinya tak lantas mematuhi.

Penyesalan itu sesungguhnya tak perlu datang. Penegasan yang Inong terima sudah dapat menangkis semua kegelisahan jiwanya. "Kalaupun aku jarang menghubungimu bukan berarti perasaan itu berkurang. Perhatian, kasih sayang semua tertuju padamu. Apalagi yang kamu risaukan?" itu jawaban atas semua pertanyaan yang Inong lontarkan. Tapiiii  ... perempuan butuh pengungkapan yang nyata ia rasakan. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tumamprak

Teungteuingeun

Nu Nyiar Ubar